Implementasi dan Fungsi Progetik Agama dalam Hukum

semuatahu.web.id –  Implementasi dan Fungsi Progetik Agama dalam Hukum –  Satu di antara sekian banyak akibat yang ditimbulkan oleh perkembangan reformasi pada pertengahan tahun 1998 yakni demokrasi yang kembali bernapas dan menciptakan ruang bagi agama untuk memiliki peran yang lebih luas. Selama periode itu pula peran agama selalu menciptakan kontroversi akibat beragamnya interpretasi, perspektif, dan ekspektasi dari masing-masing pemeluk ketika memasuki ruang publik.

Di sisi lain, adanya ’’mazhab’’ menganjurkan sentralitas peran agama di tengah ruang publik. Namun, satu sisi ada yang menginginkan sublimasi agama ke wilayah privat.

Dilihat dari substansialnya, polarisasi dua kutub aliran tersebut bermuara pada keharusan agama untuk tetap keep updated terhadap etos kehidupan publik. Selain itu juga mempertahankan relevansi aliran di ranah umum atau publik.

Kondisi tersebut memunculkan tuntutan agar tiap-tiap agama mampu bersinergi dengan berbagai fitur demokrasi, seperti hak asasi manusia (HAM), good governance, ketaatan hukum, dan ketertiban sipil. Lantas, sejauh mana agama dapat dan diizinkan untuk memainkan perannya dalam ruang publik?

Dalam buku Islam Profetik, Substansiasi Nilai-nilai Agama dalam Ruang Publik yang ditulis oleh Masdar Hilmy, penulis mencoba untuk mengurai masalah itu sedikit tuntas. Buku tersebut terdiri dari empat bagian dengan bahasan yang cukup menohok pola keberagamaan Indonesia kontemporer.

Pada bagian pertama berisi mengenai sejumlah fenomena kehidupan yang semakin jauh dari pesan dan fungsi profetik agama. Pada bagian kedua berisi tentang bagaimana ’’santri’’ menafsirkan makna zaman.

Sementara, di bagian ketiga membahas tentang kesalihan sosial masyarakat multikultural. Kemudian ditutup dengan bahasan mengenai ruang publik.

Dengan beragam bahasannya, buku tersebut dapat dikatakan merupakan salah satu upaya menempatkan teks suci tidak berhenti sebagai teks saja. Melainkan harus dijadikan sebagai kekuatan substansial yang menyokong perubahan di ranah umum.

Upaya imperatif tersebut penting dilakukan. Sebab, tak sedikit kenyataan sosial yang memperlihatkan adanya paradoks keagamaan, misalnya banyaknya korupsi yang dilakukan orang yang malah terlihat religius. Sementara, pada tataran normatif, agama pasti mengandaikan adanya unsur-unsur Ilahi pada setiap perbuatan manusia.

Bagi orang yang beragama Islam, Masdar menyebutkan bahwa ’’cermin besar’’ suri tauladan itu sesungguhnya dapat dilacak dalam diri Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dari semua sisi atau aspek kehidupannya. Ia juga menekankan bahwa pemaknaan atas keteladanan tersebut tidak boleh dilakukan secara harfiah dan sepotong-potong, melainkan harus substansial, elastis, kontekstual, dan komprehensif.

Adapun yang diambil dari pribadi Nabi Muhammad adalah dimensi suri tauladan profetiknya yang berupa kearifan, pelajaran hidup, pesan, dan hikmah, kearifan, pesan, dan pelajaran hidup; bukan hanya sekadar physical performance yang karikatif dan artifisial.

Fungsi Profetik Agama

Agama rakyat adalah iman atau keyakinan yang hidup dan berkembang di masyarakat, serta menjadi penyokong dan penggerak dalam perbaikan dan perubahan. Hal tersebut terkadang juga dipengaruhi oleh faktor kekuasaan.
Agama rakyat merupakan agama monoteisme yang membuat perlawanan dengan agama multiteisme.

Agama multiteisme yakni meniscayakan dirinya sebagai pendukung segala kebenaran, yang pada hakikatnya merupakan suatu bkebodohan dan kerusakan. Akibat keadilan dan kebenaran mempunyai bsubstansi di sebuah kausa prima yang teraktualkan oleh manusia melalui sikap dan tingkah lakunya.

Dalam realitasnya, agama rakyat di kehidupan masyarakat selalu mempunyai banyak sisi. Dalam artian, realitas sosial itu selalu dipengaruhi oleh posisi agama.

Oleh sebab itu, Zainuddin Maliki menyebutkan bahwa tesis agama rakyat dengan melihat fungsinya di masyarakat, bisa dikemukakan seperti di bawah ini :

Integrasi

Dalam hal ini, agama rakyat memiliki posisi sebagai kekuatan penyatu serta kekuatan tarik-menarik (kohesi) sosial. Fungsi profetik agama juga sebagai perekat yang menjaga serta menyatukan harmoni kehidupan masyarakat walaupun menghadapi kekacauan dan perubahan sosial.

Oleh sebab itu, masyarakat mempunyai keyakinan dan kesadaran kolektif yang berguna dalam mempersatukan sistem sosialnya.

Klaim fungsional tersebut memang memiliki akibat. Namun, agama rakyat masih membutuhkan kualifikasi tertentu. Sebab, walaupun agama rakyat dalam konteks Indonesia bergerak ke arah integrasi negara, secara simultan agama rakyat telah mengalami disfungsional.

Hal itu malah memberikan kontribusi yang kuat akan timbulnya pengkotak-kotakan. Di mana muncul suatu kelompok tertentu yang menganggap agama rakyat tidak mempunyai makna apa pun selain retorika kosong dari elit politik.

Baca juga : Empat Fungsi Manajemen yang Paling Dasar

Legitimasi

Dalam hal ini, agama rakyat diposisikan sebagai kekuatan legitimasi bagi penguasa untuk menjalankan wewenang dan kekuasaannya di tengah konflik ketidak-pastian dan sosial-politik. Pemimpin dan orang dipimpin adalah faktor yang sangat penting dalam kelangsungan sistem sosial.

Dalam hal tersebut, legitimasi di hadapan yang dipimpin ditentukan oleh karakteristik otoritas pemimpin . Karakteristik tersebut mungkin saja berasal dari sumber tradisonal, legal rasional, maupun kharisma pemimpin.

Fungsi profetik agama dalam legitimasi ini tak hanya dalam hubungan penguasa dan yang dikuasai, tetapi juga terkait proses sistem sosial dalam memberikan persetujuan institusi dan masyaraka. Dengan kata lain, agama rakyat adalah fenomena episodik yang muncul ketika keadaan menghadapi krisis, dan akan kembali berubah saat keadaan mulai normal.

Setelah itu, munculnya agama rakyat yang serupa manuver kontrol sosial elit politik, serta bukanlah gerakan massa yang menyimbolkan perjuangan rakyat dalam mencari instrumen makna di kehidupan masyarakat.

Profetik

Profetik agama rakyat merupakan sumber penilaian profetik untuk suatu sebuah bangsa. Hal itu menunjukkan jarak antara potensi bangsa dengan apa yang sedang dicapainya.

Sistem keyakinan dalam hal ini diperlukan agar untuk menjamin moralitas kesatuan dalam suatu negara. Oleh karena itu diperlukan otoritas untuk menciptakan dan menjalankan hukum yang berlaku bagi semua anggota masyarakat. Moralitas individu yang diperlukan, meninggalkan egoisme, serta lebih simpati kepada semua manusia atas kenestapaan dan penderitaan.

Profetik Agama dan Hukum

Salah satu fungsi profetik agama yaitu dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan. Minimal, profetik agama mendukung terciptanya ruang yang kondusif untuk perkembangan demokrasi. Dengan begitu, akan dapat menjamin keberlangsungan suatu pembangunan.

Pada titik tersebut, profetik agama dapat mengambil peran, yakni membangun ruang publik demokratis. Hal itu dikarenakan adanya ruang publik yang dibebaskan dan dijamin dan demokratis.

Walaupun demikian, tak jarang persoalan agama dan pembangunan ini menjadi masalah tersendiri. Keinginan negara dengan menancapkan kuku yang tajam di ruang privat agama tak hanya membelenggu agama. Namun juga memicu timbulnya balas dendam yang kemudian hari akan menebar teror di sejumlah tempat demi menguasai negara dan melahirkan gerakan radikal.

Politisasi agama adalah bumerang untuk satu sisi negara di satu sisi. Agamanisasi politik yang hendak mensubordinasi negara di bawah agama ternyata memiliki banyak dampak negatif lainnya dan menghancurkan hubungan harmonis antaragama.

Maka dari itu, saat agama memasuki ruang publik demi memperjuangkan kepentingan umum atau pun kepentingan agama tersebut, tidak boleh melampaui nalar publik (public reason), serta wajib melalui perdebatan rasional.
Demikianlah artikel mengenai fungsi profetik agama secara hukum. Terima kasih telah membaca di semuatahu dan semoga artikel ini bisa membantu kamu.

Tinggalkan komentar